Indonesia
UU ITE mulai dirancang
pada bulan maret 2003 oleh kementerian Negara komunikasi dan informasi
(kominfo), pada mulanya RUU ITE diberi nama undang-undang informasi komunikasi
dan transaksi elektronik oleh Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian,
Departemen Perdagangan, serta bekerja sama dengan Tim dari universitas yang ada
di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung
(ITB) dan Universitas Indonesia (UI).
Pada tanggal 5 september 2005 secara
resmi presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui
surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi
dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi
Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI.
Dalam rangka pembahasan RUU
ITE Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen
(TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.
83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan
dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari
2007.Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD) sebagai Pengarah
(Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang membidangi Sistem
Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama dengan
instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah
menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU
ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI.
Dewan Perwakilam Rakyat (DPR)
merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005. Dan membentuk Panitia Khusus
(Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR
RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang
disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali Rapat
Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain
perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum
dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI
menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU
ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam
Pansus RUU ITE DPR RI. Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus
DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri
Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak
Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31
Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan pembentukan dunia kerja
(panja).sedangkan pembahasan RUU ITE tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim
Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung
sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.
18 Maret 2008 merupakan naskah
akhir UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008,
10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UUITEmenjadi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun2008 dan
Tambahan Lembaran Negara.
Fokus pada bidang :
tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Kasus:
1.
Ilegal Access
Illegal akses
merupakan salah satu tindak krimal dalam IT yang dikenal sebagai cyber crime,
para heacker mengakses situs milik orang lain yang bertujuan untuk mengambil
keuntungan sendiri tanpa memikirkan nasib korban, salah satunya adalah situs
Mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhyono yang belum
lama ini kena retas.
Sindonews.com – Wildan Yani Ashari
(20), seorang remaja asal Dusun Krajan Desa Balung Lor, Kecamataan Balung,
ditangkap Tim Cyber Crime Mabes Polri beberapa waktu lalu, segera disidangkan.
“Iya, ada komandan di Mabes Polri yang menyampaikan kepada saya kalau berkas penyidikan
sudah tahap kedua dan sudah dikirim ke Kejaksaan Negeri Jember,” kata ayah
Wildan, Ali Jakfar K, ketika dihubungi SINDO, di Yogyakarta, Rabu (6/3/2013).
Menurut dia, jika berkas penyidikan sudah diserahkan dan dikirim ke Kejari
Jember, maka tidak lama lagi proses sidang dugaan kejahatan dunia maya akan
segera dimulai. Ali mengatakan, Wildan saat ini masih berada di Mabes Polri
untuk menjalani tahanan dan pemberkasan.
“Namun Wildan di sana diperlakukan dengan baik kok. Bahkan di
Mabes sekarang membantu perbaikan server milik Mabes dan masih bisa online dengan laptopnya,”
ucapnya.
Sebelumnya, Wildan diduga sebagai pelaku pembobol situs resmi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang beralamat: http://www.presidensby.info.
Pemuda yang berprofesi sebagai tekhnisi komputer tersebut ditangkap di tempat
kerjanya di Warnet Surya Com beralamat di Jalan Letjend Suprapto, Kelurahan
Kebonsari, Kecamatan Sumbersari. Menurut pengakuaan pemilik warnet Adi
Kurniawan, salah satu pegawainya tersebut terakhir terlihat bekerja pada Jumat
25 Januari 2013, malam. “Sejak itu Wildan tidak pernah masuk bekerja dan rekan
kerjanya pun tidak ada yang mengetahui keberadaanya,” kata Adi. Dalam akun
Facebook Wildan disebutkan, dia mengaku bekerja Internet Security Systems dan
pernah belajar soal teknologi internet di Google.com. Situs http://www.presidensby.info itu
sebelumnya diretas Wildan pada Rabu 9 Januari 2013. Dia meninggalkan
jejak dengan menuliskan diri sebagai Jember Hacker Team. Berdasarkan pelacakan
yang dilakukan Id-SIRTII, lokasi IP Address dan DNS pelaku berasal dari Texas,
Amerika Serikat. Namun setelah ditelusuri, alamat pelaku di Indonesia tepatnya
di Jember. Sementara Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jember Mujiarto
mengatakan, sampai saat ini berkas penyidikan dari Mabes Polri memang masih
belum turun.
·
Menurut UU ITE
o
Undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
o
Undang – undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi.
·
Penyelesaian
Akhirnya
pelimpahan berkas Wildan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Jember.
Dan Majelis Negeri Jember menjatuhkan vonis 6 bulan penjari dipotong masa
tahanan kepada Wildan Yani Ashari (21),Rabu(19/6/2013). Selain hukuman penjara
Majelis Hakim juga menghukum denda sebesar Rp 250.000,- atau subsider 15 hari
kurungan penjara.Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum(JPU) menuntut Wildan 10 bulan
penjara dan denda Rp 250 juta atau subsider satu bulan kurungan.
SUMBER
:
www.academia.edu/30579954/MAKALAH_INDIVIDU_ANALISA_UU_ITE
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber
https://fitrisukmawati12140026.wordpress.com/2017/03/18/kasus-cyber-law-di-indonesia/
MALAYSIA
Malaysia
adalah salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia
memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and
Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act
(Akta Tandatangan Digital) 1997.
Digital
Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen
Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan
konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan
tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer
Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup
akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan
berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para
Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw
ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi
dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video.
Dan
Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang
mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung
kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication
and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh
parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang
merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal
terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Tapi
kali ini saya hanya membahas tentang Computer Crime Act, karena kita lebih
fokus pada cybercrime. Secara umum Computer Crime Act, mengatur mengenai:
§
Mengakses material komputer tanpa ijin
1.
Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
2.
Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
3.
Mengubah / menghapus program atau data orang lain
4.
Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan
pribadi
Fokus pada bidang :
Hukum dan transaksi bisnis.
KASUS:
Liputan6.com, Kuala Lumpur – Hubungan antara Malaysia dan Korea Utara tengah menegang akibat saling sandera warga. Upaya terbaik untuk memecah pertikaian diplomatik pun terus dilakukan.
Saat ini, Malaysia juga tengah fokus pada 1.000 warga Korea Utara yang tercatat berada di Negeri Jiran.
Kasus pembunuhan Kim Jong Nam di Kuala Lumpur International Airport 2 pada tiga pekan lalu telah memicu spekulasi, bahwa banyak terjadi operasi intelijen pihak Pyongyang di Malaysia.
Sebuah sumber mengatakan kepada Bernama bahwa kehadiran banyak orang Korea Utara di Malaysia berkedok karir di berbagai bidang, sudah direncanakan untuk membentuk jaringan intelijen terorganisir.
“Mudah untuk dipahami mengapa cukup banyak warga Korea Utara bekerja sebagai spesialis teknologi informasi (IT) dan tergabung di perusahaan lokal di Cyberjaya. Alasannya, untuk membantu mereka mengumpulkan informasi dan data secara internal,” kata sumber yang identitasnya dirahasiakan.
“Mereka bukan orang biasa karena dilatih secara khusus sebelum dipilih oleh rezim untuk bekerja di luar negeri. Sementara yang disponsori oleh perusahaan lokal, kehadiran mereka di Malaysia tidak hanya bekerja tetapi juga menjadi mata-mata yang terlatih.”
Menurut sumber itu, kelompok orang ini adalah bagian dari sekitar 100.000 warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri di seluruh dunia, dan telah menjadi “sumber” berharga untuk rezim Korea Utara. Mereka juga mengirim uang hasil kerjanya ke negara asal.
Setiap warga Korea Utara di luar negeri wajib melapor ke kedutaan mereka tiap bulan dan menjalani ‘pembekalan’ ulang.
SINGAPORE
The
Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore.
ETA
dibuat dengan tujuan :
§
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip
elektronik yang dapat dipercaya;
§
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang
perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan
tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan
infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan
perdagangan elektronik;
§
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen
pemerintah dan perusahaan
§
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double),
perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan
dalam perdagangan elektronik, dll;
§
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai
pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
§
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip
elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan
pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan
yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang
menggunakan media elektronik.
Didalam
ETA mencakup :
§
Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan
secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik
memiliki kepastian hukum.
§
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service
provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil,
membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan
jasa jaringan tersebut.
§
Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus
elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah
menurut hukum.
Di
Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan
konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online
dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Fokus pada bidang :
Transaksi
perdagangan elektronik di Singapura.
Kasus:
Pelaku
Wenas Agusetiawan
A.K.A hC "hantucrew"
Motif Pelaku
Membobol situs
Data Storage Institute, Singapura dengan alasan menyerukan pembubaran
Hackerlink pimpinan Edy Liu. Salah seorang hacker yang membuat Wenas kesal.
Alasannya, Hackerlink dianggapnya melakukan kegiatan komersial, yakni berjualan
Linux di situs mereka.
Korban
Situs
jaringan vital di Singapura
Penangkapan dan
Penyidikan
Wenas ditangkap
aparat Singapura yang berhasil mengendus jejaknya di
apartemennya di daerah Toa Payoh Singapura saat melakukan aksi
penyusupannya.
Jerat
Hukuman
Ia
diadili di Peradilan Anda di Singapura. Singapura telah memberlakukan
undang-undang Teknologi Informasi sejak 1986 yang membuat Wenas didakwa atas
kejahatan cyber karena menembus secara illegal salah satu
jaringan vital di Singapura.
Saat
didakwa dan proses persidangan Wenas Agusetiwan kala itu masih berumur 16
tahun, sedangkan hukuman penjara diberlakukan bagi pelanggar yang sudah berumur
17 tahun keatas, jadi hC hanya dikenakan pengadilan dibawah umur, dan dijatuhi
denda ganti rugi sebesar Rp.150.000.000,- saja tanpa adanya hukum penjara.
Andaisaja proses peradilan tertunda 1 minggu saja, maka usia hC genap 17 tahun
yang artinya humukan penjara bisa dijatuhi kepadanya.
Sumber
:
Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand
sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2
tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm
tahap rancangan.
Fokus pada bidang :
hak cipta digital dan privasi dalam berkomunikasi.
Kasus :
Sebar Foto Raja Kenakan Masker, Redaktur Thailand
Dikriminalisasi
Seorang redaktur majalah terkemuka di Thailand menghadapi
kemungkinan tuduhan kriminal karena dianggap menghina keluarga kerajaan.
Redaktur itu dilaporkan ke polisi setelah menyebarkan gambar raja-raja Thailand
mengenakan masker wajah untuk menyoroti polusi udara di Kota Chiang Mai. Foto
itu buatan seorang siswa terkait rencana unjuk rasa antipolusi udara, yang
kemudian dibatalkan gubernur.
Gubernur Chiang Mai pada Minggu, 1 April 2018 mengatakan
Pim Kemasingki, redaktur dari majalah Chiang Mai Citylife, telah melanggar
Undang-Undang Kejahatan Komputer atau cyber crime dengan berbagi gambar
melecehkan keluarga kerajaan.
INDIA
Kejahatan Cyber tidak didefinisikan
dalam Undang-Undang Teknologi Informasi 2000 atau dalam Kebijakan Keamanan
Cyber Nasional 2013 atau dalam peraturan lain di India. Sebenarnya, itu tidak
bisa juga. Kejahatan atau pelanggaran telah ditangani dengan daftar terperinci
berbagai tindakan dan hukuman untuk masing-masing, berdasarkan KUHP India, 1860
dan beberapa undang-undang lain juga. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan
kejahatan cyber, dapat dikatakan, itu hanyalah kombinasi dari kejahatan dan
komputer. Sederhananya dengan kata lain ‘pelanggaran atau kejahatan apa pun di
mana komputer digunakan adalah kejahatan cyber’. Menariknya, bahkan pelanggaran
kecil seperti mencuri atau mengambil kantung dapat dibawa dalam lingkup yang
lebih luas dari cybercrime jika data dasar atau bantuan untuk pelanggaran
semacam itu adalah komputer atau informasi yang disimpan di komputer yang
digunakan (atau disalahgunakan) oleh penipu. The I.T. Act
mendefinisikan penyalahgunaan komputer, jaringan komputer, data,
informasi, dan semua bahan penting lainnya merupakan bagian dari cybercrime.
Dalam kejahatan cyber, komputer atau
data itu sendiri sasaran atau objek pelanggaran atau alat dalam melakukan
pelanggaran lain, memberikan masukan yang diperlukan untuk pelanggaran itu.
Semua tindakan kejahatan semacam itu akan berada di bawah definisi kejahatan
cyber yang lebih luas.
Fokus pada bidang :
perlindungan data / privasi pengguna
internet dan keamanan pada sistem komputer atau perangkat komunikasi lainnya.
Kasus:
Penjahat cyber meretas sistem Bank Cosmos India dan menghirup hampir 944
juta rupee ($ 13,5 juta) melalui penarikan simultan di 28 negara selama akhir
pekan, kata bank kepada polisi.
Bank koperasi itu mengatakan bahwa peretas tak dikenal mencuri informasi
pelanggan melalui serangan malware ke mesin ATM otomatis (ATM), mengeluarkan
805 juta rupee dalam 14.849 transaksi dalam waktu dua jam pada 11 Agustus,
terutama di luar negeri.
Selain penarikan ATM, peretas mentransfer 139 juta rupee ke rekening
perusahaan yang berbasis di Hong Kong dengan mengeluarkan tiga transaksi tidak
sah ke jaringan pembayaran global SWIFT, bank mengatakan dalam keluhan polisi,
salinan yang dilihat oleh Reuters.
SWIFT, yang sistem pesanannya digunakan untuk mentransfer triliunan dolar
setiap hari, mengatakan itu tidak mengomentari kasus-kasus individual.
Cosmos Bank, yang berbasis di Pune, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers
bahwa perangkat lunak perbankan utamanya menerima permintaan pembayaran kartu
debit melalui "sistem konversi" tetapi disahkan dalam serangan itu.
"Selama serangan malware, switch proxy dibuat dan semua persetujuan
pembayaran palsu disetujui oleh sistem konversi proxy," kata bank tersebut.
Bank menolak untuk mengekspos negara-negara, menyebutkan risiko keamanan.
Polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki pencurian.
Disponsori oleh Jurnal Asuransi
Seorang petugas polisi, yang enggan mengatakan, mengatakan mereka telah
meminta bantuan ahli untuk mengetahui bagaimana transaksi resmi dilakukan
secara serentak di berbagai negara.
City Union Bank Ltd India melaporkan pada bulan Februari bahwa mereka telah
mengalami tiga "pengiriman uang palsu" hampir $ 2 juta yang telah
didorong melalui platform keuangan SWIFT.
Pada 2016, peretas yang tidak dikenal mencuri lebih dari $ 81 juta dari
rekening bank sentral Bangladesh dengan Federal Reserve Bank Of New York.
Penyidik telah membuat sedikit kemajuan dalam kasus ini.
"Meskipun ada kesadaran untuk selalu memperbarui mekanisme kesiapan
dan pertahanan cyber organisasi, banyak lembaga yang bangun untuk realitas ini
hanya menyiarkan kejadian yang sering menyebabkan kehilangan reputasi dan /
atau penyimpangan keuangan," kata Nikhil Bedi, mitra dengan Deloitte
India.
($ 1 = 69,8950 Indian Rupee) (Dilaporkan oleh Rajendra Jadhav; diedit oleh
Adrian Croft)
Jepang
Undang-undang utama yang mengatur
informasi pribadi dan data di Jepang adalah Undang-Undang tentang Perlindungan
Informasi Pribadi (57/2003).
Amandemen terbaru terhadap
undang-undang, yang mulai berlaku pada 30 Mei 2017, telah diperbarui untuk
mencerminkan undang-undang perlindungan data masyarakat internasional dan
internasional, yang meliputi pembentukan Komisi Perlindungan Informasi Pribadi
(PPC) sebagai komisaris privasi Jepang dan pengenalan pembatasan tertentu pada
transfer data pribadi di luar Jepang.
Melalui panduan terperinci yang
dikeluarkan oleh PPC, undang-undang perlindungan data nasional Jepang, sampai
taraf tertentu, terjebak dengan kurva internasional. Berdasarkan amandemen
undang-undang tersebut, Jepang akan memiliki tingkat perlindungan data yang
sebanding dengan yang dimiliki Uni Eropa.
Fokus pada bidang :
keamanan data yang spesifik, seperti
perlindungan informasi pribadi dari pengguna.
Kasus :
Hacker Bobol Bursa Saham Bitcoin Jepang Rp 7,1
Triliun
Coincheck, bursa mata uang virtual ala Bitcoin di Jepang,
kehilangan 523 juta koin NEM (cryptocurrency Jepang) senilai 58 miliar yen atau
sekitar Rp 7,1 triliun.
Pembobolan Coincheck menjadi peringatan
bagi bursa mata uang virtual lainnya agar lebih ketat dan berhati-hati.
Sebelumnya, hal serupa menimpa bursa cryptocurrency asal Korea Selatan. Beberapa waktu lalu,
Youbit kehilangan 17% dari aset digital miliknya. Tak lama kemudian, Yapian,
perusahaan induknya, mendaftarkan status perusahaannya bangkrut.
(sumber : https://inet.detik.com/security/d-3837049/hacker-bobol-bursa-saham-bitcoin-jepang-rp-71-triliun
China
China sebagai kekuatan ekonomi Asia
telah mengubah segala lini perekonomian sehingga menyebabkan tingkat kejahatan
yang meningkat dan berdampak bagi kejahatan cyber. Hal ini bisa terlihat dengan
berbagai kasus penipuan melalui dunia maya yang terjadi dibeberapa kota di
China.
Berbicara tentang cyberlaw di China maka
sebenarnya ada dua organisasi yang paling penting bertanggung jawab atas
keamanan internal dan eksternal adalah Biro Keamanan Publik (PSB), bertanggung
jawab atas keamanan internal, dan Keamanan Kementerian Negara (MSS), yang
menangani keamanan eksternal. Tanggung jawab Biro Keamanan Umum (PSB) secara
resmi dikodifikasikan dalam: “Jaringan Komputer Informasi dan Internet
Security, Perlindungan dan Peraturan Manajemen”, hal itu telah disetujui oleh
Dewan Negara pada 11 Desember 1997 dan diterapkan 30 Desember 1997.
Tanggung jawab untuk
menjaga Internet security menjadi tanggung jawab ISP (Internet
Service Provider) sendiri, dan apabila terjadi pelanggaran oleh pengguna maka
lisensi ISP akan dibatalkan oleh Pemerintah China. Pembatalan
tersebut antara lain berhubngan dengan bisnis dan pendaftaran jaringan, denda
dan kemungkinan penuntutan pidana baik staf perusahaan dan pengguna sesuai
dengan pasal 20-23. Hal ini telah diterapkan oleh Departemen Perindustrian
Informasi (Departemen Kebijakan, Hukum dan Peraturan) sejak tahun 1996. Apabila
provider tidak dapat mengendalikan dan menjaga integritas keamanannya maka
provider lah yang akan dikenakan sanksi.
Fokus pada bidang :
perlindungan data konsumen dan keamanan
data pada sistem komputer setiap instansi swasta / pemerintah
Kasus:
Apple Minta Maaf atas Akun yang Kena Hack di China
minta
maaf terkait adanya sejumlah akun Apple ID yang
kena hack di China -- dan kemudian digunakan buat mencuri uang di Alipay.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ant Financial (perusahaan pemilik Alipay) dan
Tencent Holdings memperingatkan adanya kejahatan cyber hacker China. Alipay dan
Tencent tak menyebutkan berapa uang yang telah dicuri hacker, tapi mereka telah
menghubungi Apple untuk bekerjasama mengungkap masalah ini lebih detail.
Pada prosesnya, Apple
Inc. kini memberikan pernyataan resmi seputar hal tersebut. Apple menyatakan
sudah menemukan adanya sebagian kecil akun pengguna yang terkena penipuan modus
phishing.
Dalam pernyataan
resminya yang dikutip Wall Street Journal, Apple juga
mengatakan, "minta maaf sedalam-dalamnya atas ketidaknyamanan kepada para
pelanggannya dalam kasus tersebut."
Rincian mengenai kejadian itu tidak diketahui pasti, tapi Apple menyatakan
bahwa akun yang terdampak dalam kasus ini ternyata tidak menggunakan otentikasi
dua faktor (two-factor
authentication/TFA).
Untuk itu, Apple kini sangat merekomendasikan agar para pengguna akunnya
mengaktifkan TFA demi meminimalisir terjadinya serangan serupa di masa depan.
Sumber :(https://inet.detik.com/security/d-4261139/apple-minta-maaf-atas-akun-yang-kena-hack-di-china)
Selama era internet, kebijakan sensor
Internet pemerintah Korea Selatan telah berubah secara dramatis. Menurut
Michael Breen, sensor di Korea Selatan berakar pada kecenderungan historis
pemerintah Korea Selatan untuk melihat diri mereka sebagai "orang tua yang
baik hati dari massa".
Namun, anonimitas di internet telah
merusak sistem kehormatan Korea dan hierarki sosial, sehingga lebih mudah bagi
warga Korea Selatan untuk menjadikan para pemimpin politik sebagai
"penghinaan". Sensor internet Korea Selatan dapat dipecah menjadi
tiga periode.
Pada periode pertama, dari tahun 1995
hingga 2002, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi (TBA),
yang merupakan undang-undang sensor internet pertama di dunia. Undang-undang
menciptakan badan yang disebut Komite Etika Komunikasi Internet (ICEC), yang
memantau Internet dan membuat rekomendasi agar konten dihapus. ICEC mengejar
penuntutan pidana dari mereka yang membuat pernyataan yang tidak sah dan
memblokir beberapa situs web asing. Dalam delapan bulan pertama tahun 1996,
ICEC secara kasar menurunkan 220.000 pesan di situs Internet.
Periode kedua, dari tahun 2002 hingga
2008, pemerintah mengeluarkan revisi undang-undang TBA. Hal ini memungkinkan
ICEC untuk terlibat dalam kepolisian internet yang lebih canggih dan
memungkinkan badan birokrasi lain untuk memantau internet untuk pidato ilegal
atau mencatat situs web yang melanggar hukum . Selama waktu ini, ada dorongan
politik untuk meningkatkan sensor internet ekstensif dengan sejumlah besar
kasus bunuh diri mulai bangkit dari rumor online. Pada tahun 2007, lebih dari
200.000 insiden cyberbullying dilaporkan.
Fokus pada bidang :
perlindungan dari kejahatan internet
seperti; penghapusan konten-konten berbahaya, penghinaan terhadap pemimpin di
sosial media, pidato ilegal, dan cyberbullying.
Kasus:
Hacker curi kartu kredit, separuh warga Korsel jadi korban
Merdeka.com - Akibat ulah kejahatan hacker
tidak bertanggung jawab, hampir separuh warga negara Korea Selatan menjadi
korbannya. Hal ini terjadi setelah para hacker tersebut menyerang beberapa data
kartu kredit di negeri Ginseng tersebut.
Seperti yang
dilansir oleh The Hacker News (19/1), baru saja dilaporkan ada tiga perusahaan
penerbit kartu kredit di Korea Selatan yang menyatakan kehilangan data
pelanggannya. Jika dijumlah, data yang hilang tersebut milik 20 juta pelanggan
padahal jumlah penduduk Korea Selatan ada 50 juta.
Data yang hilang tersebut di antaranya berisi
nomor rekening bank, nama lengkap, nomor
jaminan sosial, nomor telepon, nomor dan masa berlaku kartu kredit. Ini
merupakan data penting yang jika disalahgunakan akan merugikan sang pemilik
identitas.
Pihak berwajib
Korsel sendiri menyatakan telah berhasil menangkap pelaku pencurian identitas
tersebut yang kemudian diketahui menjual hasil kejahatannya pada sebuah
perusahaan. Manajer perusahaan yang membeli data itu kemudian juga ditangkap.
Akibat hal ini,
tiga produsen kartu kredit yang jadi sasaran serangan mengaku bertanggung jawab.
Mereka berjanji mengembalikan dana nasabah yang kemungkinan hilang akibat
serangan tersebut.
"Penyedia
kartu kredit akan mengganti semua kerugian finansial yang disebabkan karena
insiden terbaru ini," kata regulator.
Sebelumnya, Korea juga pernah diguncang
kejahatan yang sama ketika pegawai Citibank Korea
membobol data nasabahnya. Akibat hal itu, 34 ribu nasabah dinyatakan merugi. [nvl]
Sumber:(https://www.merdeka.com/teknologi/hacker-curi-kartu-kredit-separuh-warga-korsel-jadi-korban.html
)
AMERIKA
Di
Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform
Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa
Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak
itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah
mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk
membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga
mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal
5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal
7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik,
dan kontrak elektronik.
Pasal
8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal
9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal
10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal
11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak
secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal
12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan
dokumen elektronik.
Pasal
13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat
dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal
14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal
15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal
16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Fokus pada bidang :
Transaksi Elektronik, Privasi
Komunikasi, Penyadapan / Pembajakan, Hak Cipta, dan Keamanan Data
Kasus:
Internet mulai sulit diakses di Amerika Serikat (AS),
kemudian menyebar ke beberapa wilayah Eropa Barat yang menyebabkan pemadaman
beberapa situs internet yang popular, termasuk social media Twitter, layanan pengiriman
uang PayPal, layanan music-streamer Spotify dan tempat diskusi Reddit.
Dyn,
perusahaan di New Hampshire, Amerika Serikat, yang
mengelola bagian-bagian penting infrastruktur internet, mengatakan mereka
diserang kira-kira pukul 11:00 GMT.
Dyn,
yang server-servernya mengalihkan lalu-lintas internet dengan Domain Name
System (DNS), mengatakan setelah menanggulangi serangan pertama, lalu serangan
kedua terjadi lagi kira-kira pukul 17:00 GMT.
Setelah
menangkis serangan kedua, Dyn mengatakan mereka mengalami lagi masalah
malam-harinya. Pada waktu itu, perusahaan tersebut mengatakan mereka sedang
menyelidiki “beberapa serangan.”
Hal
ini dilaporkan telah dapat ditanggulangi sekitar pukul 22:00 GMT.
Departemen
Keamanan Dalam-Negeri Amerika mengatakan pihaknya sedang menyelidiki semua
kemungkinan penyebab kemacetan internet itu.
Juru
bicara Gedung Putih Josh Earnest menyebut serangan itu berniat jahat, tetapi
mengatakan ia tidak mempunyai informasi mengenai siapa yang mungkin
mendalanginya.
Para
pengguna internet yang terkena akibat serangan itu mengalami kelambatan mencari
informasi melalui internet.
Serangan
yang disebut penyebaran hambatan pelayanan (DDOS), terjadi ketika para peretas
membanjiri server dengan lalu-lintas internet sampai server itu kewalahan
melayani besarnya lalu-lintas dan padam.
Serangan
tersebut juga dialami oleh Airbnb, Netflix, Etsy, SoundCloud dan The New York
Times. [gp]
Sumber: VOA Indonesia
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan
judul Amerika Dilanda Serangan Cyber, Internet Susah Diakses, Twitter Ikut Kena
Dampaknya,
Editor: Hasanudin Aco
EROPA
Pada tanggal 23 November 2001 di kota
Budapest, Hongaria. Council of Europe ini telah menyepakati bahwa Convention on
Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi
ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima)
negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara
anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas,
bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun
kerjasama internasional.
Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran
sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi,
dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut
pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Fokus pada bidang :
Keamanan Data, Privasi Komunikasi, dan
Pembajakan / Hacking
Kasus:
Isu keamanan masih belum usai mendera Facebook. Belum usai skandal kebocoran data oleh Cambridge Analytica
dan kasus 30 juta data pengguna yang dicuri, kini pesan pribadi lebih dari 80
ribu akun Facebook bocor.
Berdasarkan laporan yang dikutip detikINET dari BBC, Senin (5/11/2018), hacker mengumbar pesan pribadi yang
berhasil dicurinya dari 81 ribu akun Facebook. Akun-akun ini bahkan ditawarkan
di forum internet berbahasa Inggris bernama FBSaler.
Sebagian besar akun Facebook yang terdampak berasal dari
Ukraina dan Rusia, namun ada juga akun milik pengguna dari Inggris, Amerika
Serikat, Brasil dan sejumlah negara lain.
Tidak hanya itu, hacker tersebut mengklaim memiliki informasi
detail dari 120 juta akun Facebook dan menawarkannya untuk dijual secara online
dengan banderol 10 sen per akun.
Penelitian perusahaan keamanan cyber Digital Shadows
mengonfirmasi, 81 ribu akun yang diposting sebagai contoh 'jualan', memang
memuat pesan pribadi. Lima pengguna Facebook asal Rusia pun menguatkan laporan
ini, menyebutkan bahwa pesan pribadi mereka merupakan bagian dari contoh akun
yang dipajang.
Data lain yang ikut dicuri adalah alamat email dan nomor
telepon milik 176 ribu akun Facebook yang juga dijual. Namun data ini
kemungkinan besar didapat dari akun Facebook yang diseting secara publik.
Menanggapi laporan ini, Facebook menyebutkan bahwa sistem
keamanannya tidak diretas. Adapun data-data yang berhasil didapatkan hacker
kemungkinan besar dikirim melalui extension browser yang dirancang untuk
mencuri data.
Raksasa jejaring sosial ini pun menambahkan bahwa pihaknya
telah mengambil langkah lebih jauh untuk mencegah lebih banyak akun terdampak
serangan ini.
"Kami mengontak para pembuat browser untuk memastikan
browser extension jahat tersebut sudah tidak lagi tersedia di toko aplikasi
mereka," kata juru bicara Facebook Guy Rosen.
Sayangnya, Rosen tidak menyebutkan nama browser extension
yang diduga mengirimkan data personal dan pesan pribadi ke hacker.
"Kami juga mengontak aparat penegak hukum dan bekerja
sama dengan pihak berwenang setempat untuk menghapus situs yang menampilkan
informasi personal dari akun Facebook," tambahnya.
Seperti diketahui, Facebook saat ini sedang dalam pengawasan
ketat terkait isu keamanan yang bertubi-tubi menimpanya. Setelah skandal
kebocoran data 50 juta pengguna yang melibatkan pihak ketiga Cambridge
Analytica, bulan lalu Facebook harus menghadapi kenyataan data 30 juta
penggunanya dicuri.
Sumber: (https://inet.detik.com/security/d-4288584/hacker-umbar-pesan-pribadi-80-ribu-akun-facebook)
KESIMPULAN:
Kesimpulan yang dapat di tarik dari bahan bahasan di atas bahwa setiap negara memiliki peraturan berinternet yang berbeda serta hukum cyber yang berbeda juga tujuannya tapi ada satu benang merah yang dapat di tarik yaitu setiap peraturan yang dibuat setiap negara pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing- masing serta sama-sama bertujuan melindungi hak dari warga negaranya itu sendiri.
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar